TranslatePDF. RESENSI FILM DUA GARIS BIRU Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Bahasa Indonesia Dosen Pembimbing : Dr. Elvi Susanti, M.Pd Disusun Oleh : Nama : Riris Mustika Ali NIM : 11190162000067 Kelas : Pendidikan Kimia 2C PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN NovelDua Garis Biru Bacaan yang Ringan dan Mengedukasi. Novel yang ditulis oleh Lucia Priandarini yang diadaptasi dari naskah sekenario Dua Garis Biru oleh Gina. S Noer sangat enak dinikmati. Halamannya juga tidak banyak, dan dibaca sekali duduk. Konfliknya besar memang, tetapi alur penyelesaiannya membuat saya ingin lekas selesai membaca. Jakarta- Gramedia Pustaka Utama (GPU) menerbitkan novel ' Dua Garis Biru '. Cerita yang dinovelisasi oleh Lucia Prioandarini bakal rilis pada 22 Juli 2019 mendatang. Sudah nonton film Dua Garis Biru? Yuk resapi kisah Dara & Bima dalam medium yang berbeda, kali ini dengan membaca," tulis GPU, dilihat detikHOT, Senin (15/7/2019). Meskipunbegitu, saya merasa jalannya novel ini terasa sangat cepat. Yah, Dua Garis Biru hanya setebal 208 halaman saja. Saya baca sebentar, masuk klimaks, eh kok sudah selesai aja. Andai saja kehidupan Dara dan Bima selepas mereka memutuskan untuk bersama lebih digali lagi, menurut saya akan lebih menarik. DuaGaris Biru/Starvision Plus. Gue pribadi sih menikmati film ini dan bisa merasakan bagaimana kebimbangan, kegelisahan, sekaligus emosi yang coba dimainkan oleh para pemeran di dalam film ini. Mulai dari sosok para orangtua yang dibawakan oleh Dwi Sasono dan Lulu Tobing (orangtua Dara) serta Cut Mini dan Arswendy Bening Swara (orangtua Bima). Vay Tiền Nhanh Chỉ Cần Cmnd Nợ Xấu. Jakarta Judul Dua Garis Biru Penulis Lucia Priandarini dari Skenario Film Karya Gina S. Noer Cover PT Kharisma Star Vision Cetakan ketiga Oktober 2019 Penerbit Gramedia Pustaka Utama Dara, gadis pintar kesayangan guru, dan Bima, murid santai yang cenderung masa bodoh, menyadari bahwa mereka bukan pasangan sempurna. Tetapi perbedaan justru membuat keduanya bahagia menciptakan dunia mereka sendiri. Dunia tidak sempurna tempat mereka bisa saling mentertawakan kebodohan dan menerbangkan mimpi. Namun suatu waktu, kenyamanan membuat mereka melanggar batas. Satu kesalahan dengan konsekuensi besar yang baru disadari kemudian. Kesalahan yang selamanya akan mengubah hidup mereka dan orang-orang yang mereka sayangi. Di usia 17, mereka harus memilih memperjuangkan masa depan atau kehidupan lain yang tiba-tiba hadir. Cinta sederhana saja ternyata tak cukup. Kenyataan dan harapan keluarga membuat Bima dan Dara semakin terdesak ke persimpangan, siap menjalani bersama atau melangkah pergi ke dua arah berbeda. *** Sudah nonton film Dua Garis Biru? Bagi yang belum sempat nonton filmnya, coba deh baca novel yang ditulis Lucia Priandarini berdasarkan skenario film karya Gina S. Noer. Bagi yang sudah nonton filmnya pun, tak ada salahnya membaca novelnya karena ada pengalaman berbeda yang bisa kita dapat. Bima dan Dara, di usianya yang masih sangat belia harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. Sebuah kesalahan yang besar membuat kehidupan mereka tak lagi sama. Masa depan mereka pun dipertaruhkan. Hamil muda di luar nikah, Dara menghadapi banyak dilema. Dia bingung dengan bagaimana caranya dia bisa menghadapi orangtuanya. Khawatir dengan impiannya untuk kuliah di Korea yang mungkin tak akan terwujud. Menghadapi teman-teman sekolahnya. Serta tentu saja soal bagaimana ia menyikapi hubungannya dengan Bima. Bima yang cenderung cuek dan bersikap masa bodoh, mau tak mau harus ikut memikirkan masa depannya dan masa depan Dara. Terlepas dari usianya yang masih muda, dia akan menjadi seorang ayah. Namun, tentu saja menghadapi kenyataan dan menanggung konsekuensi yang ada tidaklah mudah. "Sesuka apa pun, jangan biarkan cowok mengendalikan masa depan kamu." Dua Garis Biru, hlm. 115 Saat kita menonton film, kita bisa langsung menikmati sebuah cerita dari tampilan visual yang ada. Saat membaca novel, kita menikmati sebuah cerita dengan menciptakan tampilan visual sendiri di dalam kepala kita. Membaca novel Dua Garis Biru ini, kita bisa mendapatkan gambaran yang lebih utuh dari karakter utamanya. Bisa lebih menyelami emosi yang ada dengan membaca deskripsi dan narasi yang dipaparkan di novel ini. Gaya penulisan di novel ini juga sangat nyaman diikuti. Setiap deskripsi ditampilkan dengan rinci menggunakan bahasa yang begitu mudah dipahami. Yang paling berkesan adalah kita diajak untuk berempati dan menyelami perasaan Dara, Bima, hingga kedua orangtuanya lebih dalam lagi. "Ia merasa seperti hamster gendut dalam kandang. Berputar dalam kincir, tapi tidak bergerak ke mana-mana." Dua Garis Biru, hlm. 142 Dari kisah Dara dan Bima, kita akan diingatkan oleh sejumlah penting. Mulai dari pentingnya edukasi seks sejak dini hingga besarnya peran dan tanggung jawab yang dimiliki orangtua. Ada yang bilang masa remaja adalah masa yang paling indah. Namun, pada masa itu seseorang bisa rentan dan bertindak tanpa berpikir panjang. Ada yang sedikit berbeda dari akhir cerita yang disampaikan di novel ini dari versi filmnya. Beberapa detail kecil yang tidak ada di filmnya pun bisa ditemukan di versi novelnya. Kalau penasaran, langsung saja baca sendiri ya. Sekali baca rasanya nggak mau berhenti sampai benar-benar sampai akhir cerita. Resensi Novel Dua Garis Biru DUA GARIS BIRU Judul Dua Garis Biru Pengarang Lucia Priandarini dan Gina S. Noer Penerbit Gramedia Pustaka Utama Tahun 2019 Jumlah 208 halaman Via gramediadigital Novel ini diadaptasi dari naskah skenario yang ditulis oleh Gina S. Noer dan difilmkan dengan judul yang sama. Berangkat dari rasa penasaranku pada film ini, aku baca novelnya. Yang membuat penasaran adalah mengapa film ini begitu kontroversial? Banyak yang bilang menjerumuskan? Benarkah? Berhubung saya belum menonton filmnya, saya hanya akan mereview novelnya. Novel ini bercerita tentang sepasang kekasih, Bima dan Dara. Dari segi penamaan, penulis menyelipkan bahwa di sekolah pasti selalu ada Bima’ laki-laki yang bandel dan Dara’ perempuan yang cerdas. Keduanya sedang kasmaran. Saking kasmarannya, mereka malah melanggar batas dan membuat Dara hamil. Yang melanggar akan dihukum bukan? Begitu juga dengan Bima dan Dara di novel ini. Mereka mendapat sanksi sosial, mulai dari DO, dibicarakan tetangga Bima, disindir, bahkan dibuang oleh keluarga sendiri. Rencana Dara kuliah di Korea pun kandas. Menjelang akhir cerita, saya dibuat bingung siapa yang akan mengasuh Adam. Karena ada tarik ulur antara mau diberikan pada tantenya Dara atau akan diurus oleh Dara-Bima. Dan akhir ceritanya cukup mengejutkan dan membuat pikiran saya bekerja untuk melanjutkan ceritanya. Mengenai kesalahan Bima dan Dara memang besar, tapi novel ini tidak terkesan menggurui dan mengatakan bahwa mereka salah. Tapi penulis justru mendeskripsikan apa yang terjadi, kekecewaan keluarga, bahkan sampai perasaan bersalah mereka. Sampai pembaca yang menyimpulkan sendiri, “Wah, emang gak bener.” Kalau kata dosen Bapak Aprinus Salam, jika menulis sesuatu dengan menyelipkan perasaan kita sebagai penulis itu tandanya masih harus belajar. Justru kalau hasil tulisan itu membuat pembaca juga merasakan hal yang sama dan benar-benar berdecak kagum atau kesal, itu baru berhasil. Dan, kupikir novel ini berhasil membuat pembaca memetik pelajarannya. Kembali ke persoalan menjerumuskan, apakah novel ini demikian? Kupikir tidak. Karena penulis menuliskan cerita yang bersifat kausalitas ada hubungan sebab akibat. Karena fungsi sastra juga sebagai media pembelajaran. Novel ini kurekomendasikan untuk para remaja, apalagi yang pacaran. Perlu diingat bahwa cinta itu menjaga, bukan untuk merusak. Tidak mau kan rencana yang sudah kalian susun menjadi berantakan? Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Novel Dua Garis Biru merupakan novel karangan Gina S Noer, novel ini menceritakan tentang kisah sepasang anak SMA yang terlibat pergaulan bebas diluar pernikahan. Novel ini dibintangi oleh Zara Adhisty sebagai Dara dan Angga Yunanda sebagai Bima, keduanya merupakan tokoh utama di novel ini dimulai ketika Bima dan Dara merupakan sepasang kekasih saat bersekolah di SMA. Mereka sepasang kekasih yang terlihat sangat dekat, selalu menghabiskan waktu bersama di sekolah maupun diluar sekolah. Hingga pada suatu ketika mereka melakukan hubungan seks, yang mengakibatkan Dara hamil saat masih duduk dibangku SMA. Sejak saat itu hidup Dara dan Bima menjadi kelam, dipenuhi pertengkaran. Novel karya Gina S Noer ini memang tak diragukan lagi dalam memoles kisahnya, berurutan, mengalir begitu saja membuat pembaca mengalami sendiri bahkan seakan tampil sebagai Bima dan Dara. Kisahnya sangat "related" dengan kejadian saat ini marak terjadi di sebagian wilayah di negeri ini. Bagaimana Gina S Noer menyajikannya menitipkan pesan-pesan moralnya melalui tokoh Bima dan Dara untuk "jleb" di hati para ini sangat menginspirasi banyak orang terutama dapat menjadi pelajaran untuk para remaja,ide cerita,dialog,semuanya pas tidak asal,memberikan pesan-pesan tersurat dan tersirat untuk para pembaca. Kita dibuat terbawa dengan alur dan konflik cerita yang dialami para karakter, karena konfliknya sangat relate bagi remaja dan orang tua. Disisi lain,dalam novel ini banyak dialog yang terlalu memicu kepada pornografi, ada kata yang kurang dipahami dan alur cerita yang menggantung. Lihat Humaniora Selengkapnya

resensi novel dua garis biru