6 Ludruk. Hidup di daerah Jawa Timur, ceritanya merupakan kejadian sehari-hari atau mengambil tokoh-tokoh tertentu. 7. Makyong. Pertunjuka rakyat di daerah Riau, pelakunya memakai topeng dan kuku buatan yang panjang. 8. Mamanda. Pertunjukan rakyat di daerah Kalimantan, lebih banyak bersifat komedi.
SekolahDasar terjawab Reog dan ludruk merupakan seni pertunjukan daerah dari. , barat,c. Iklan Jawaban 4.6 /5 129 larasAP a. jawa timur semoga membantu Anda mau sya kash iphone 11 pro / blackshark plh mana Channel kritis gaming makasih ya Beneran di kasih Hp mau lah saya akan like subscribe and coment terima kasih
Macammacam tarian daerah di Jawa Timur tersebut merupakan tarian tradisional ataupun tarian kreasi baru yang dikembangkan oleh masyarakatnya. Untuk lebih mengenal macam-macam tarian daerah di Jawa Timur, berikut ini penjelasannya yang telah dirangkum oleh berbagai sumber, Senin (20/9/2021). Tari Remo dan Tari Reog Ponorogo
Saatini kelompok ludruk tradisional dapat dijumpai di daerah Surabaya, Mojokerto, dan Jombang; meski keberadaannya semakin dikalahkan dengan modernisasi. Reog yang sempat diklaim sebagai tarian dari Malaysia merupakan kesenian khas Ponorogo yang telah dipatenkan sejak tahun 2001, reog kini juga menjadi ikon kesenian Jawa Timur.
NamaSeni Teater Daerah : Asal Daerah: Penjelasan: Banjet: Jawa Barat: Sebuah kesenian tradisional yang merupakan pertunjukan aksi bodoran (komedi berbahasa Sunda): Lenong: Jakarta: Teater yang ceritanya diambil dari cerita dan legenda daerah Jakarta yang diiringi oleh gamelan gambang kromong: Ludruk
Vay Tiį»n Nhanh Chį» Cįŗ§n Cmnd Nợ Xįŗ„u. Ludruk merupakan salah satu seni pertunjukan teater tradisional di Indonesia. Ludruk berasal dari daerah Surabaya, Jawa Timur. Namun menurut beberapa sumber menyebutkan cikal bakal kesenian Ludruk berasal dari Jombang. Ludruk dipentaskan oleh grup kesenian yang biasanya digelar diatas panggung. Ludruk mengambil cerita tentang kehidupan sehari-hari atau cerita perjuangan yang diselingi dengan lawakan. Ludruk juga menggunakan gamelan sebagai alat musik, sehingga gelaran Ludruk terbilang cukup meriah. Dialog atau monolog yang digunakan para pemain Ludruk menggunakan bahasa Surabaya. Bahasa yang digunakan lugas, sehingga dapat dengan mudah dipahami para penonton. Suatu pementasan Ludruk terdiri dari tari ngremo, lawakan, kidungan, bedayan, dan lakon cerita. Sejarah Singkat Kesenian Ludruk Dikutip dari laman kesenian Ludruk sudah berkembang di masyarakat Majapahit sejak abad ke- 12 Masehi. Ludruk saat itu dikenal sebagai Ludruk Bandhan. Ludruk Bandhan merupakan kesenian pamer kekuatan dan kekebalan pasa masa itu. Ludruk Bandhan saat itu digunakan untuk pamer ilmu kanuragan yang dimiliki para pemainnya. Para pemain Ludruk Bandhan akan beratraksi dengan diiringi alat musik kendang dan jidor di tanah lapang. Ludruk Bandhan kemudian berkembang menjadi seni pertunjukan lerok Pak Santik pada tahun 1907 di Jombang. Pak Santik merupakan sosok yang memperbarui kesenian Ludruk Bandhan. Pak Santik akan dirias seperti perempuan menggunakan ikat kepala dan bertelanjang dada dalam pertunjukan. Selama pertunjukan Pak Santik akan bercerita isi hatinya sambil memetik lerok. Sesekali Pak Santik menirukan bunyi alat musik yang ia bawa, sedang kakinya dihentak-hentakan hingga menimbulkan bunyi āgedrukā. Berawal dari pertunjukan Pak Santik inilah Lerok menjelma menjadi ludruk, yang diambil dari hentakan kaki pemain lerok. Perkembangan seni pertunjukan Lerok atau cikal bakal ludruk kemudian berkembang menjadi Besutan. Dalam bahasa Jawa Besutan berasal dari kata ā Besut ā yang berarti membersihkan atau mengulas. Perkembangan kesenian ludruk juga tidak lepas dari sosok bernama Cak Durasim. Cak Durasim mengenalkan pertunjukan seni serupa Besutan pada masa penjajahan Jepang. Pertunjukan yang digelar Cak Durasim di Genteng Kali, Surabaya ini lah yang kemudian diberi nama Ludruk. Kesenian ini dulunya berfungsi sebagai hiburan rakyat saja, namun seiring perkembangannya fungsi ludruk juga berevolusi. Berkembang Menjadi Alat untuk Mengkritik Penjajah Fungsi kesenian Ludruk juga berkembang sebagai pembawa pesan untuk penonton dan kritik pada penguasa. Menurut Sunaryo dkk 1997 dalam jurnal yang berjudul Perkembangan Ludruk di Jawa Timur, fungsi ludruk kemudian dibagi menjadi dua, yakni sekunder dan primer. Fungsi primer kesenian ludruk, adalah digunakan dalam upacara adat dan ritual tertentu, estetis, dan sarana hiburan rakyat. Saat masa-masa perjuangan melawan penjajah, ludruk juga berfungsi sebagai alat perjuangan meraih kemerdekaan. Ludruk digunakan sebagai media kritik sosial kepada pemerintah Hindia Belanda saat itu. Sementara, fungsi sekunder ludruk antara lain sebagai sarana pendidikan, penguat solidaritas, mengajarkan kebijaksanaan, dan masih banyak lagi. Kritik sosial pada gelaran ludruk disampaikan melalui parikan atau pantun yang dikemas secara halus. Bahkan kritik juga disampaiakn oleh para pemain ludruk melalui guyonan yang dilempar satu sama lain diatas panggung pementasan. Fungsi ludruk sebagai media perjuangan juga berlanjut saat masa penjajahan Jepang. Cak Durasim juga menggunakan ludruk untuk menyampaikan kritik kepada pemerintahan pendudukan Jepang. Ada kisah suatu kali Cak Durasim mengucapkan pantun yang berisi kritik ditengah pertunjukan kesenian ludruknya. āBekupon omahe doro, melok Nippon tambah sengsoroā yang memiliki arti ā Bekupon rumah burung dara, ikut Nippon lebih sengsaraā. Namun rupanya pantun yang Cak Durasim bawakan diatas panggung sandiwara teater ludruk menjadi boomerang untuknya. Pantun yang berisi kritikan pedas terhadap pemerintah Jepang kemudian dilaporkan oleh seorang pribumi yang menjadi mata-mata Jepang. Sehingga, pemerintah pendudukan Jepang kemudian menangkap Cak Durasim. Cak Durasim dijebloskan ke dalam penjara Genteng Kali, Surabaya. Ia juga menghembuskan nafas terakhirnya di tempat itu. Perkembangan ludruk terus berlanjut pada masa kemerdekaan Indonesia. Alat Propaganda Pasca-kemerdekaan, selain sebagai hiburan, kesenian ludruk juga berfungsi sebagai alat propaganda pemerintah untuk mengkampanyekan pembangunan. Pada masa ini juga terdapat dua grup ludruk yang sangat popular yaitu Ludruk Marhaen dan Ludruk Tresna Enggal. Ludruk Marhen diprakasai oleh sosok bernama Cak Bowo. Cak Bowo merupakan penerus Cak Durasim, ia lahir ketika Cak Durasim berada pada masa jayanya ketika memimpin grup ludruk. Cak Bowo pernah bergabung dengan Pemuda Sosialis Indonesia dan ikut serta dalam melawan Belanda di Surabaya. Cak Bowo juga bergabung dalam Ludruk Marhaen dan menjadi wajah dari grup ludruk tersebut. Ludruk Marhaen adalah salah satu grup ludruk yang sering mendapatkan undangan dari Soekarno untuk tampil di Istana Negara. Hal ini dikarenakan grup tersebut kerap mempropagandakan ide politik Soekarno. Ludruk saat itu juga sebagai alat untuk menggalang massa. Sebab, ludruk merupakan kesenian yang sangat merakyat. Sayangnya pasca-tragedi 1965, eksistensi ludruk turut meredup. Ludruk saat itu dikenal sebagai salah satu hiburan yang akrab digunakan sebagai media penyebaran paham-paham komunis di Jawa Timur. Banyak grup-grup ludruk yang dibina kembali hingga tahun 1975. Cerita yang dapat dipentaskan diatas panggung Ludruk menjadi terbatas. Para pemain ludruk juga tidak bisa sembarang melemparkan guyonan, sebab pada dasarnya para pemain ludruk tidak menggunakan naskah. Sayangnya, setelah itu grup-grup ludruk mulai kehilangan eksistensinya. Bahkan, kesenian ludruk perlahan mulai ditinggalkan oleh masyarakat.
Ludruk merupakan salah satu seni pertunjukan teater tradisional di Indonesia. Ludruk berasal dari daerah Surabaya, Jawa Timur. Namun menurut beberapa sumber menyebutkan cikal bakal kesenian Ludruk berasal dari of Contents Show Sejarah Singkat Kesenian LudrukBerkembang Menjadi Alat untuk Mengkritik PenjajahAlat PropagandaKesenian ludruk berasal dari daerah apa?Apakah ludruk dan reog dari Jawa Timur?Kesenian reog berasal dari daerah apa?Lakon drama tradisional ludruk Nyeritakake Ngenani apa? Ludruk dipentaskan oleh grup kesenian yang biasanya digelar diatas panggung. Ludruk mengambil cerita tentang kehidupan sehari-hari atau cerita perjuangan yang diselingi dengan lawakan. Ludruk juga menggunakan gamelan sebagai alat musik, sehingga gelaran Ludruk terbilang cukup atau monolog yang digunakan para pemain Ludruk menggunakan bahasa Surabaya. Bahasa yang digunakan lugas, sehingga dapat dengan mudah dipahami para penonton. Suatu pementasan Ludruk terdiri dari tari ngremo, lawakan, kidungan, bedayan, dan lakon Singkat Kesenian LudrukDikutip dari laman kesenian Ludruk sudah berkembang di masyarakat Majapahit sejak abad ke- 12 Masehi. Ludruk saat itu dikenal sebagai Ludruk Bandhan. Ludruk Bandhan merupakan kesenian pamer kekuatan dan kekebalan pasa masa Bandhan saat itu digunakan untuk pamer ilmu kanuragan yang dimiliki para pemainnya. Para pemain Ludruk Bandhan akan beratraksi dengan diiringi alat musik kendang dan jidor di tanah lapang. Ludruk Bandhan kemudian berkembang menjadi seni pertunjukan lerok Pak Santik pada tahun 1907 di Santik merupakan sosok yang memperbarui kesenian Ludruk Bandhan. Pak Santik akan dirias seperti perempuan menggunakan ikat kepala dan bertelanjang dada dalam pertunjukan. Selama pertunjukan Pak Santik akan bercerita isi hatinya sambil memetik Pak Santik menirukan bunyi alat musik yang ia bawa, sedang kakinya dihentak-hentakan hingga menimbulkan bunyi āgedrukā. Berawal dari pertunjukan Pak Santik inilah Lerok menjelma menjadi ludruk, yang diambil dari hentakan kaki pemain seni pertunjukan Lerok atau cikal bakal ludruk kemudian berkembang menjadi Besutan. Dalam bahasa Jawa Besutan berasal dari kata ā Besut ā yang berarti membersihkan atau mengulas. Perkembangan kesenian ludruk juga tidak lepas dari sosok bernama Cak Durasim mengenalkan pertunjukan seni serupa Besutan pada masa penjajahan Jepang. Pertunjukan yang digelar Cak Durasim di Genteng Kali, Surabaya ini lah yang kemudian diberi nama Ludruk. Kesenian ini dulunya berfungsi sebagai hiburan rakyat saja, namun seiring perkembangannya fungsi ludruk juga Menjadi Alat untuk Mengkritik PenjajahFungsi kesenian Ludruk juga berkembang sebagai pembawa pesan untuk penonton dan kritik pada penguasa. Menurut Sunaryo dkk 1997 dalam jurnal yang berjudul Perkembangan Ludruk di Jawa Timur, fungsi ludruk kemudian dibagi menjadi dua, yakni sekunder dan primer kesenian ludruk, adalah digunakan dalam upacara adat dan ritual tertentu, estetis, dan sarana hiburan rakyat. Saat masa-masa perjuangan melawan penjajah, ludruk juga berfungsi sebagai alat perjuangan meraih kemerdekaan. Ludruk digunakan sebagai media kritik sosial kepada pemerintah Hindia Belanda saat fungsi sekunder ludruk antara lain sebagai sarana pendidikan, penguat solidaritas, mengajarkan kebijaksanaan, dan masih banyak sosial pada gelaran ludruk disampaikan melalui parikan atau pantun yang dikemas secara halus. Bahkan kritik juga disampaiakn oleh para pemain ludruk melalui guyonan yang dilempar satu sama lain diatas panggung pementasan. Fungsi ludruk sebagai media perjuangan juga berlanjut saat masa penjajahan Durasim juga menggunakan ludruk untuk menyampaikan kritik kepada pemerintahan pendudukan Jepang. Ada kisah suatu kali Cak Durasim mengucapkan pantun yang berisi kritik ditengah pertunjukan kesenian ludruknya.āBekupon omahe doro, melok Nippon tambah sengsoroā yang memiliki arti ā Bekupon rumah burung dara, ikut Nippon lebih sengsaraā.Namun rupanya pantun yang Cak Durasim bawakan diatas panggung sandiwara teater ludruk menjadi boomerang untuknya. Pantun yang berisi kritikan pedas terhadap pemerintah Jepang kemudian dilaporkan oleh seorang pribumi yang menjadi mata-mata Jepang. Sehingga, pemerintah pendudukan Jepang kemudian menangkap Cak Durasim dijebloskan ke dalam penjara Genteng Kali, Surabaya. Ia juga menghembuskan nafas terakhirnya di tempat itu. Perkembangan ludruk terus berlanjut pada masa kemerdekaan PropagandaPasca-kemerdekaan, selain sebagai hiburan, kesenian ludruk juga berfungsi sebagai alat propaganda pemerintah untuk mengkampanyekan pembangunan. Pada masa ini juga terdapat dua grup ludruk yang sangat popular yaitu Ludruk Marhaen dan Ludruk Tresna Marhen diprakasai oleh sosok bernama Cak Bowo. Cak Bowo merupakan penerus Cak Durasim, ia lahir ketika Cak Durasim berada pada masa jayanya ketika memimpin grup ludruk. Cak Bowo pernah bergabung dengan Pemuda Sosialis Indonesia dan ikut serta dalam melawan Belanda di Bowo juga bergabung dalam Ludruk Marhaen dan menjadi wajah dari grup ludruk tersebut. Ludruk Marhaen adalah salah satu grup ludruk yang sering mendapatkan undangan dari Soekarno untuk tampil di Istana Negara. Hal ini dikarenakan grup tersebut kerap mempropagandakan ide politik saat itu juga sebagai alat untuk menggalang massa. Sebab, ludruk merupakan kesenian yang sangat merakyat. Sayangnya pasca-tragedi 1965, eksistensi ludruk turut meredup. Ludruk saat itu dikenal sebagai salah satu hiburan yang akrab digunakan sebagai media penyebaran paham-paham komunis di Jawa grup-grup ludruk yang dibina kembali hingga tahun 1975. Cerita yang dapat dipentaskan diatas panggung Ludruk menjadi terbatas. Para pemain ludruk juga tidak bisa sembarang melemparkan guyonan, sebab pada dasarnya para pemain ludruk tidak menggunakan setelah itu grup-grup ludruk mulai kehilangan eksistensinya. Bahkan, kesenian ludruk perlahan mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Kesenian ludruk berasal dari daerah apa? Surabaya dan kesenian ludruk seakan tidak dapat dipisahkan. Ludruk memang seakan sudah menjadi ciri khas sebuah kesenian asal Jawa Timur ini. Ludruk merupakan seni pertunjukan teater tradisional Jawa yang lahir dan berkembang di tengah-tengah masyarakat dan bersumber apa yang terjadi di tengah-tengah kehidupan rakyat. Apakah ludruk dan reog dari Jawa Timur? Jawaban ini terverifikasi ludruk dan reog ponorogo berasal dari daerah jawa Timur. Kesenian reog berasal dari daerah apa? Seni pertunjukan reog Ponorogo, merupakan salah satu tradisi masyarakat Ponorogo yang masih hidup dan bertujuan mempererat tali silaturahmi masyarakat Ponorogo. Kesenian yang mulanya bernama āBaronganā ini, dibawa oleh Ki Ageng Suryongalam yang berasal dari Bali. Lakon drama tradisional ludruk Nyeritakake Ngenani apa? Ludruk merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang dipergelarkan di sebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan, dan sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik.
Daftar isi1. WayangJenis WayangWayang PurwaWayang MadyaWayang AntaraWayang WasanaWayang DuparaWayang GolekWayang GedhogWayang BeberWayang Kidang KencanaWayang WahyuWayang SuluhUrutan Pertunjukan2. Ludruk3. Janger4. Kethoprak5. Sendratari Ramayana6. Tayub7. Reog Ponorogo8. LenongSaat ini pagelaran seni tradisional sudah terkena dampak dari kebudayaan modern. Seni pagelaran tradisional yang tidak bisa mengikuti perkembangan zaman lambat laun akan sisi lain, pagelaran seni tradisional yang hanya mengikuti perkembangan zaman tidak jarang justru mengurangi atau bahkan menghilangkan nilai-nilai luhur dari budaya yang ada dalam seni pagelaran pertunjukan tradisional atau yang disebut juga pagelaran seni tradisional adalah salah satu jenis kesenian yang tumbuh dan berkembang di suatu daerah yang masih digemari oleh masyarakatnya. Pagelaran seni tradisional ini memiliki ciri khas yang menunjukkan keunikan dalam masyarakat di tiap- tiap daerah. Ada empat jenis pagelaran seni tradisional yang dikenal di Indonesia, yaituPagelaran seni musikPagelaran seni tariPagelaran seni lawak komediPagelaran seni drama dan teaterBerikut akan diuraikan lebih lanjut mengenai jenis dan karakteristik seni pertujukan tradisional1. WayangWayang adalah seni pertunjukan yang ditetapkan oleh UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia dari sendiri merupakan pertunjukan seni dengan menggunakan boneka wayang, yang bisa terbuat dari kulit atau kayu, yang menceritakan berbagai kisah sarat dengan makna filosofis bagi WayangMenurut jenis ceritanya, ada 11 jenis pertunjukan wayang, yakniWayang PurwaWayang purwa adalah pertunjukan wayang yang menceritakan wayang kadhewatan para Dewa sampai dengan Prabu Parikesit. Wayang purwa terbagi menjadi 4 jenis, yaituKadhewatan wayang purwa yang menceritakan para dewa, mulai dari Sang Hyang Manikmaya, Sang Hyang Ismaya, Sang Hyang Tejamaya, dan seluruh Dewa Dewi Sasra wayang purwa yang menceritakan peperangan antara Prabu Arjuna Sasra dengan Dasamuka, termasuk lakon Sumatri dan wayang purwa yang menceritakan Prabu Rama melawan Rahwana karena memperebutkan Dewi wayang purwa yang menceritakan keluarga Bharata Pandhawa dan Kurawa mulai masa kecilnya hingga terjadinya pereng Bharatayuda MadyaWayang madya adalah pertunjukan wayang yang menceritakan tentang Prabu Yudayana hingga Prabu Jaya Lengkara. Cerita ini digunakan untuk pertunjukan wayang di AntaraWayang antara adalah pertujukan wayang yang menceritakan Sri Gatayu hingga Panji WasanaWayang Wasana adalah pertunjukan wayang yang menceritakan kisah Damarwulan dengan DuparaWayang dupara adalah pertunjukan wayang yang menceritakan kisah Babad tanah GolekWayang golek adalah pertunjukan wayang yang menceritakan kisah Amir Ambyah dan Umarmaya, cerita Babone Saka Babad Menak, dan Layang Menak dari Timur Tengah.Wayang GedhogWayang gedhog adalah pertunjukan wayang yang menceritakan kisah Panji. Wayang gedhog dibuat dari BeberWayang beber adalah pertunjukan wayang yang gambar wayangnya ada di tirai yang bisa digulung. Adapun kisah yang diangkat dalam pertunjukan wayang beber bisa Kidang KencanaWayang kidang kencana adalah pertunjukan wayang yang menceritakan kisah-kisah WahyuWayang wahyu adalah pertunjukan wayang yang menceritakan kisah yang ada kaitannya dengan agama SuluhWayang suluh adalah pertunjukan wayang yang menceritakan keadaan negara saat ini. Biasanya pertunjukan wayang ini dilakukan sebagai sarana untuk memberi penyuluhan tentang program-program PertunjukanDalam pertunjukan wayang kulit, ada urutan-urutan yang harus diperhatikan. Berikut adalah urutan-urutan babak adegan dalam pagelaran wayang kulitJejer Pathet Enem 6. Bagian ini disebut juga bagian dasar cerita wayang. Dalam babak pathet 6 ini adalah beberapa adegan, sepertiKedhaton adegan di dalam kratonPaseban Jaba atau Tata BalaBedholanJejer SabranganPerang gagal perang yang terjadi di awal cerita, namun belum ada yang menang maupun kalah.Pathet Sanga 9. Di dalam babak pathet 9 ada beberapa adegan, yaituGara-Gara Keluarnya Punakawan, yaitu Semar, Gareng, Petruk, dan BagongPerang Kembang Perang antara kesatria dengan raksasa di tengah ceritaJejer PandhitaPathet Mayura. Dalam babak ini terdapat adeganPara ratu berkumpulPerang Brubuh Perang terakhir antara kesatria dan raksasa serta hancurnya kejahatan2. LudrukKata ludruk sebenarnya merupakan akronim dari kata āgela-geloā geleng-geleng dan āgedruk-gedrukā menghentakkan kaki ke tanah.Nama tersebut diambil karena dalam pertunjukan seni tradisional ini, para penari Remo seringkali menggelengkan kepala sembari menghentakkan kakinya ke tanah. Kesenian ludruk mengisahkan tentang kisah kehidupan sehari-hari, cerita perjuangan, dan semisalnya. Latar waktu yang digunakan biasanya adalah latar waktu pagelaran seni ludruk terdapat beberapa sajian yang harus ditampilkan secara urut, yakni sebagai berikutTari Remo. Tari Remo ini menggambarkan kesiagaan para pahlawan yang tengah melawan Bedhayan adalah syair-syair yang dilantunkan oleh para travesty orang laki-laki yang memakai riasan perempuan.Dhagelan. Dhagelan adalah adegan komedi yang diawali dengan melantunkan pantun atau biasa disebut dengan Kidungan Inti, yaitu bagian inti cerita yang ingin ditampilkan. Beberapa cerita yang terkenal dalam kesenian ludruk antara lainBrandhal LokajayaSogol Pendekar Sumur GemulingSarip TambakjayaJaka Sambang lan Sakerah3. JangerJanger adalah kesenian drama tradisional yang terkenal di wilayah Banyuwangi, Jawa timur. Sumber cerita yang digunakan dalam pertunjukan kesenian drama Janger diambil dari kisah babad, sejarah, dongeng, dan juga cerita pertunjukan kesenian janger, peraga menggunakan busana kraton untuk adegan dalam kratn dan juga busana adat Bali. Pertunjukan ini juga diiringi gamelan Bali dengan disertai tembang syair dan juga KethoprakKethoprak adalah salah satu jenis seni pagelaran tradisional yang berkembang di wilayah Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa kethoprak merupakan hiburan warga desa yang dimainkan sambil menabuh lesung alat untuk menumbuh padi agar gabahnya lepas, pada malam bulan laun kebiasaan tersebut berkembang, dimana selain menggunakan tabuhan lesung juga ditambah kendang, rebana, dan suling sehingga disebut juga kethoprak kethoprak lesung mulai muncul pada sekitar tahun 1887, sementara itu pertunjukan kethoprak secara lengkap mulai ada sejak sekitar tahun kethoprak pertama yang digelar untuk umum adalah Kethoprak Wreksatama yang disutradarai oleh Ki Wisangkoro. Semua pemain dalam pertunjukan tersebut adalah yang diangkat dalam pertunjukan tersebut adalah Kendhana-Kendhini, Darma-Darmi, Warsa-Warsi, dan selainnya. Struktur dalam pertunjukan ketoprak, yaituPangayubagya. Berisi gendhing dan nyanyian, pertemuan antara pada tokoh dalam pertunjukan dan tarian beksan Cerita. Inti cerita pada seni pertunjukan ketoprak, terdiri atasAdegan Jejer, yaitu bagian yang awal untuk memperkenalkan tokoh cerita, suasana, dan awal mula sebelum masuk ke dalam cerita yaitu bagian munculnya konflik yang harus dihadapi oleh para tokoh yaitu selingan dalam cerita berupa komedi atau humor, tarian, dan juga yaitu puncak dari konflik yang terjadi antara tokoh protagonis dengan tokoh yaitu penyelesaian dari permasalahan yang terjadi. Pada umumnya tokoh protagonis akan menang dan tokoh antagonis Sendratari RamayanaSendratari adalah seni pertunjukan yang menyajikan kesenian Jawa berupa tari, drama, dan musik di sebuah panggung pada momen tertentu untuk menceritakan kisah Ramayana yang disajikan dalam pagelaran Sendratari Ramayana sama dengan cerita Ramayana yang terukir pada relief Candi Prambanan. Jalan cerita yang dihadirkan terbagi menjadi 4 babak, yaituPenculikan ShintaMisi Anoman ke AlengkaKematian Dasamuka atau RahwanaBertemunya kembali Rama dan legendaris karya Walmiki yang ditulisnya dengan menggunakan bahasa Sansekerta ini, menceritakan rangkaian gerak tari yang diperagakan oleh para penari dengan diiringi musik ada dialog yang diucapkan oleh para penarinya, namun sindhen menggambarkan jalan ceritanya dengan menggunakan lagu-lagu dalam bahasa hal yang sangat menarik dalam pertunjukan Sendratari Ramayana ini adalah digunakannya lampu-lampu yang TayubTayub adalah pagelaran seni tradisional berupa Langen Beksan atau tarian dengan diiringi gendhing-gendhing Tayub ini berkembang di daerah-daerah di jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Kesenian Tayub dari masing-masing daerah memiliki ciri khas Reog PonorogoReog Ponorogo adalah kesenian tradisional yang berasal dari Jawa timur. Pertunjukan seni ini berwujud seni tari yang diperagakan oleh banyak penari dengan peraga utamanya menggunakan topeng kepala singa yang dibagian atasnya ada mahkota dari bulu-bulu merak. Berat dari topenng tersebut mencapai kisaran 50 kg dan digunakan dengan cara menggigitnya. Beberapa nama peraga dalam kesenian reog ponorogo adalah sebagai berikutJathil. Yaitu prajurit yang naik Dhadhak Merak. Berwujud topeng singa hingga mahkota bulu Sewandono. Menggambarkan raja Kelana yang Sakti MandragunaBujang Ganong Ganongan. Menggambarkan Patih Pujangga LenongLenong merupakan kesenian asal Betawi. Pertunjukan seni lenong menggunakan iringan musik gambang kramong yang terdiri dari berbagai alat musik, seperti gambang, kromong, gong, kendang, kempor, suling, dan alat musik lainnya memiliki unsur China, seperti tehyan, konghyan, dan sukong. Pada umumnya, cerita yang diangkat dalam pertunjukan Lenong mengandung pesan moral. Pertunjukan lenong disajikan dengan menggunakan bahasa Indonesia dengan dialek dua jenis pertunjukan Lenong, yaituLenong DenesKata Denes diambil dari kata Dinas yang berarti resmi. Dalam pertunjukan lenong jenis ini, para pemainnya menggunakan busana resmi dengan setting cerita di masa kerajaan, lingkungan bangsawan, ataupun kisah-kisah 1001 malam. Adapun bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang lebih PremanPada jenis pertunjukan lenong preman ini tidak ada ketentuan busana yang harus digunakan. Cerita yang diangkat dalam Lenong Preman ini adalah kisah rakyat jelata, kisah pendekar rakyat, dan semisalnya. Sedangkan bahasa yang digunakan adalah bahasa percakapan sehari-hari yang tidak formal.
- Ludruk merupakan kesenian drama tradisional asal Jawa Timur. Biasanya diperagakan oleh sekelompok orang atau grup. Cerita yang dibawakan dalam drama ini biasanya diangkat dari kehidupan sehari-hari atau kisah ludruk Dikutip dari buku Seni Budaya Jawa dan Karawitan 2022 karya Arina Restian dkk, ludruk adalah kesenian berbentuk pertunjukan drama. Sebelum dimulai, ludruk lazimnya diawali dengan tari remo atau ngremo, atraksi bedayan, dan adegan lawakan. Menurut Aji Agustiawan, dkk dalam buku Melihat Lebih Dekat 2022, ludruk berasal dari istilah lodrok dalam bahasa itu dikategorikan dalam bahasa Jawa Ngoko, berarti badhut atau lawak. Kata ludruk juga bisa berarti jeblok, badhut, dan teater rakyat. Baca juga Lagu-lagu di Daerah Jawa Timur Dilansir dari buku Aneka Ragam Khas Jawa Timur 2009 karya Udi Sukrama, ludruk selalu diselingi lawakan dan alunan bunyi gamelan. Oleh sebab itu, ludruk menjadi kesenian pertunjukan tradisional khas Jawa Timur yang bersifat menghibur. Sejarah ludruk Kesenian tradisional ini diperkirakan sudah ada sejak abad ke-12 Masehi. Kala itu, masyarakat Jawa Timur mengenal seni ludruk sebagai Ludruk Bandhan. Saat itu, Ludruk Bandhan dikenal sebagai pertunjukan kekuatan dan kekebalan tubuh para pemainnya.
REOG DAN LUDRUK DUA PUSAKA BUDAYA DARI JAWA TIMUR YANG MASIH BERTAHAN* Oleh Ayu Sutartoāā Pendahuluan Masyarakat Jawa Timur memiliki banyak tradisi yang masih hidup the living traditions dan dimanfaatkan serta dibanggakan oleh para pendukungnya. Tradisi-tradisi tersebut, antara lain, berupa berbagai bentuk kesenian yang memiliki banyak pewaris, baik pewaris aktif active bearers atau pelaku seni maupun pewaris pasif passive bearers atau penikmat seni. Bentuk kesenian yang masih hidup tersebut secara garis besar dapat dibagi dua, yakni kesenian agraris, antara lain, tayub, sandur, seblang, gandrung, dan reog, serta kesenian nonagraris seperti ludruk, wayang orang, kentrung, topeng, ketoprak, jinggoan, janger, dan lain-lainnya. Kisah seniman ludruk irama budaya Salah satu bentuk kesenian agraris yang sampai sekarang masih hidup dan memiliki pewaris aktif dan pasif yang cukup banyak di Jawa Timur, bukan hanya di wilayah kebudayaan Jawa Ponoragan, adalah reog Ponorogo. Sedangkan untuk kesenian nonagrarisnya adalah sebuah teater rakyat yang disebut ludruk. Kedua bentuk seni pertunjukan ini memiliki pewaris aktif dan juga pewaris pasif yang tersebar di berbagai tempat. Namun demikian, sejalan dengan bertumbuhnya produk-produk kebudayaan global, terutama pop arts, posisi kedua bentuk kesenian tersebut makin lama makin terjepit. Reog Ponorogo, misalnya, di samping merupakan bentuk kesenian yang unik juga bentuk kesenian yang terkait dengan ilmu kanuragan atau kekuatan fisik. Mereka yang tidak memiliki tubuh yang sehat dan kuat tidak akan mampu menyangga barongan dan dhadhak merak yang cukup berat. Ludruk bisa bertahan karena lakon-lakon yang dipentaskan sangat aktual dan akrab dengan budaya setempat, berupa legenda, dongeng, kisah sejarah dan kehidupan sehari-hari yang menggunakan bahasa yang sangat komunikatif, disertai lawakan yang sangat menghibur. Senyatanya tantangan yang harus dihadapi oleh para pewaris aktif seni pertunjukan tradisional agar bertahan hidup di tengah-tengah pergumulan antara selera lokal dan selera global sangatlah berat. Di satu sisi mereka para pewaris aktif memiliki komitmen yang kuat dan tulus untuk senantiasa memelihara dan mencintai tradisinya, tetapi di sisi lain mereka harus juga berhadapan dengan kenyataan perih bahwa pasar atau penikmat tidak lagi berpihak kepada produk-produk hiburan tradisional yang mereka tawarkan. Makalah ini akan menguak kehidupan dan kebertahanan produk kesenian agraris, reog Ponorogo, dan produk kesenian nonagraris, yakni sebuah teater rakyat yang disebut ludruk. Paparan ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang bagaimana seni reog dan seni ludruk dapat bertahan di tengah gelombang produkproduk kesenian global. Paparan ini juga diharapkan dapat memberi inspirasi kepada para pewaris aktifnya para pekerja reog dan pekerja seni ludruk serta para pewaris pasifnya para penikmat yang terdiri dari masyarakat Jawa Timur dan masyarakat di luar provinsi Jawa Timur, yakni inspirasi yang terkait dengan upaya konservasi dan promosi untuk keberlangsungan hidupnya. Reog dan Ludruk Dua Tradisi Hidup yang Masih Bertahan Dalam konteks sejarah kebudayaan, tradisi agraris yang berkembang di wilayah Jawa Timur telah melahirkan beberapa bentuk kesenian agraris yang hingga saat ini masih hidup dan berkembang, antara lain, tayub, gandrung, seblang, kerapan sapi dan berbagai upacara kurban seperti upacara Kasada di Tengger dan upacara Petik Laut di Muncar atau di beberapa daerah pantai lain. Di samping tradisi memuja Dewi Padi atau Dewi Kesuburan, tradisi agraris yang berkembang di Jawa timur juga melahirkan banyak bentuk kesenian yang lain, misalnya Kerapan Sapi di Madura, Bantengan di Mojokerto, Kebo-keboan di Banyuwangi, dan berbagai macam upacara bersih desa. Harimau yang sangat ditakuti para petani agaknya juga melahirkan banyak seni tari yang hingga saat ini masih hidup di wilayah Jawa Timur, seperti tari Barong di Kemiren, Kabupaten Banyuwangi, tari Singa Ulung di Kabupaten Bondowoso, dan Can Macanan Kadduk di Kabupaten Jember. Meski tidak pernah disebutkan dalam sejarah reog, tari reog Ponorogo bisa jadi juga lahir dari fenomena yang sama Sutarto, 2009. Sejatinya bentuk-bentuk kesenian agraris yang masih memiliki pendukung yang cukup kuat ini merupakan kekayaan budaya yang secara ekonomis dapat dimanfaatkan oleh para pewarisnya. Kekhasan dan keunikan yang dibawa oleh bentuk kesenian tersebut merupakan modal dasar yang sangat berarti bagi keberlangsungan hidupnya. Setiap bentuk kesenian memiliki sejarah asal-usul dan perkembangan yang berbeda. Bahkan, sebuah bentuk kesenian bisa memiliki asal-usul atau sejarah lebih dari satu versi. Seni reog Ponorogo, misalnya, memiliki lebih dari satu versi. Versi pertama, bertolak dari gaya tari dan legenda yang diceritakan oleh pewaris aktifnya, maka seni reog dikaitkan dengan era Kerajaan Kahuripan di Kediri 1019-1049. Pada waktu itu wilayah yang sekarang disebut Ponorogo bernama Wengker, yang merupakan bagian dari Kerajaan Kahuripan. Tetapi perlu ditegaskan bahwa tokoh-tokoh utama yang disebut dalam kisah tentang asal-usul seni reog seperti Prabu Klana Sewandana, Pujangga Anom, Dewi Sanggalangit, Singabarong, dan Manyura sejatinya bukan tokoh sejarah. Dalam legenda tersebut dikisahkan bahwa Raja Wengker, Klana Sewandana, dan patihnya Pujangga Anom pergi ke Kerajaan Kediri untuk melamar putri Kahuripan yang sangat cantik. Dalam perjalanan ke Kediri, di tengah rimba Lodaya, mereka dihadang oleh raja rimba yang bernama Singabarong dan Manyura, seekor merak yang cantik tetapi sangat perkasa. Dengan bantuan cambuk Semandiman, Klana Sewandana berhasil mengalahkan musuh-musuhnya dan bahkan membuat mereka menjadi makhluk yang memiliki dua kepala, yaitu kepala harimau dengan seekor burung merak bertengger di atasnya. Diceritakan pula bahwa Raja Klana Sewandana dapat bertemu Putri Sanggalangit, tetapi tidak menikahinya. Menurut kepercayaan, keduanya moksa. Versi kedua mengisahkan bahwa seni reog pertama-tama dimanfaatkan oleh Demang Ki Ageng Kutu Surya Ngalam, seorang ulama untuk mengeritik Raja Majapahit, Brawijaya V, yang dikendalikan oleh permaisurinya. Sang Raja dilambangkan sebagai seekor harimau, sedangkan Sang Permaisuri dilambangkan sebagai burung merak yang hinggap di atas kepala harimau tersebut. Pada waktu Ponorogo diperintah oleh Bathara Katong, seni reog digunakan sebagai alat yang efektif untuk menarik massa dan juga berkomunikasi dengan mereka. Bathara Katong mampu mengamankan wilayah Majapahit, terutama kadipaten Ponorogo, dan berhasil menyebarkan agama Islam secara damai. Ki Ageng Mirah, seorang abdi yang setia, menandai keberhasilan tersebut dengan menempatkan lambang Islam dalam bentuk tasbih pada paruh burung merak. Sementara simbol ular masih tetap ada. Para seniman reog sangat menghormati tokoh lokal yang disebut warok. Bagi masyarakat Ponorogo warok adalah tokoh lokal yang memiliki kekuatan adikodrati, martabat, dan kharisma. Dalam seni reog para leluhur orang Ponorogo mengabadikan peranan warok sebagai pengawal raja Wengker yang perkasa. Untuk memperingati keberhasilan para pemuka Islam Ponorogo dalam menyebarkan agamanya, seperti Ki Ageng Kutu Surya Ngalam, Bathara Katong, dan Ki Ageng Mirah, maka masyarakat Ponorogo dengan dibantu oleh pemerintah Kabupaten Ponorogo menyelenggarakan festival reog pada setiap bulan Syura atau Muharam. Pergelaran seni reog pada umumnya menggambarkan perjalanan prajurit berkuda dari Ponorogo menuju kerajaan Kediri untuk mempersunting putri Raja Kediri. Perjalanan para prajurit tersebut dipimpin oleh senapati Bujangganong. Dalam perjalanan pulang, mereka dihadang oleh Singabarong beserta tentaranya, tetapi prajurit Ponorogo memetik kemenangan. Dalam sejarah politik Indonesia, reog pernah digunakan untuk mengumpulkan atau mengerahkan massa, terutama dalam rapat atau kampanye partai politik. Jadi, di samping berfungsi sebagai hiburan, seni reog juga berfungsi sebagai alat penggerak massa. Pagelaran Reog Formasi iring-iringan seni reog biasanya terdiri dari 1 tiga atau empat orang pengawal yang berpakaian lengkap dan khas Ponoragan. Mereka berperan sebagai pembuka jalan; setelah itu 2 kelompok pendamping yang bertugas menjaga barisan penari reog, jumlahnya seimbang dengan jumlah kelompok pengawal; dan kemudian 3 penari/pemain inti dan pemain cadangan, terdiri atas pemain barongan, penari topeng, dan penari kuda; lalu 4 pemukul gamelan yang berada di belakang kelompok penari, terdiri atas peniup terompet, tukang gendang, pemain angklung, pemukul kethuk kenong, dan pemukul ketipung; dan paling belakang 5 para pengiring. Para pemain, pengawal, pendamping, pengiring, dan pemukul gamelan mengenakan pakaian khas Ponoragan yang hingga saat ini menjadi identitas masyarakat Ponorogo. Pada umumnya para pemain dan pengiring reog adalah kaum lelaki. Dalam perkembangannya, muncul juga pemain perempuan, yakni para pengendara kuda kepang atau eblek. Pernah pada suatu ketika seorang pejabat di Kabupaten Ponorogo, yakni Kasi III Departemen P dan K Kabupaten Ponorogo mengeluarkan surat edaran tentang larangan bagi perempuan untuk tidak menjadi penari kuda kepang. Dinyatakan dalam surat edaran tersebut bahwa penari wanita dalam seni reog adalah tabu. Larangan tersebut tertuang dalam Surat Dep. P dan K No. 644/ tanggal 1-7-1978 Hartono, 198018. Dalam sejarah seni reog Ponorogo dikenal adanya perilaku homoseksual. Sekelompok laki-laki memelihara anak laki-laki belia, yang disebut gemblakan yang dijadikan kekasih. Anak laki-laki tersebut menggantikan fungsi wanita. Ia disayangi dan dimanjakan layaknya kekasih. Fenomena ini sekarang jarang terdengar, tetapi beberapa orang mengatakan bahwa praktik homoseksual dalam seni reog masih sering terjadi. Gamelan yang mengiringi seni reog sangat khas, terdiri atas angklung, ketipung, gendang, kempul, kethuk kenong, dan terompet. Kesenian reog tidak dapat diiringi dengan jenis gamelan yang lain. Irama musiknya penuh gairah dan semangat, seolah-olah sebuah pertempuran sedang membara. Musik ini dipercaya sebagai pemberi energy positif terhadap penari reog, terutama penyangga barongan dan dhadhak merak yang sangat berat, terkadang seberat 60 kg. Barongan dan dhadhak merak sebenarnya dua buah benda yang dapat dipisahkan. Barongan adalah sebuah peralatan berbentuk kepala harimau, sedangkan dhadhak berupa burung merak yang sedang menari. Apabila kedua buah benda tersebut disatukan, maka ia disebut reog. Dalam seni reog juga terdapat penari topeng lain di samping barongan, yakni topeng hewan, topeng manusia, dan topeng Bujangganong berwujud raksasa. Warnanya merah tua atau hitam. Rambutnya panjang ke depan dan mata melotot. Terkadang ia disebut thethek melek. Sebagian besar pemerhati menyatakan bahwa sebutan Bujangganong berasal dari Pujangga Anom. Barongan termasuk topeng hewan. Sedangkan yang termasuk topeng manusia adalah topeng klana. Ada juga yang memasukkan topeng patrajaya dan topeng patrathala ke dalam kelompok topeng manusia. Dahulu, penari kuda kepang ialah seorang gemblakan, sedangkan sebagai pembarongnya diperagakan oleh seorang warok. Gemblakan atau warokan merupakan dua sosok yang berbeda tetapi merupakan satu kesatuan. Keduanya tidak dapat dipisahkan, ibarat merak dengan harimau dalam rimba raya. Gemblakan adalah merak, sedang warokan adalah singa hitam Hartono, 198069. Hingga saat ini seni reog masih memiliki pewaris aktif dan pewaris pasif yang cukup banyak. Daya tarik seni reog masih cukup besar. Banyak event penting yang menyuguhkan pertunjukan reog. Biaya tanggapan cukup beragam, dari beberapa juta hingga puluhan juta rupiah. Meskipun sekarang ini seni reog tidak lagi menjadi instrumen politik dan hanya memiliki pasar yang terbatas, ia masih dapat bertahan dengan gagah dan mampu mencuri perhatian massa. Bagaimana halnya dengan perkembangan seni ludruk di Jawa Timur? Masih banyaknya kelompok kesenian ludruk di berbagai daerah di Jawa Timur merupakan indikator bahwa teater tradisional ini masih dikehendaki keberadaannya. Dari Buku Seni Tradisi Budaya Daerah Data organisasi Kesenian Daerah se Jawa Timur yang diterbitkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur 1998 dapat dilihat bahwa sebagian kota di Jatim, terutama wilayah kebudayaan Arek dan Pandalungan masih memiliki banyak kelompok kesenian ludruk. Sebagai seni pertunjukan tradisional Jawa, ludruk memiliki konvensi yang terkait dengan wewaton dasar pertunjukan, paugeran aturan pertunjukan, dan pakem bakuan dalam setiap pertunjukannya. Diakui atau tidak, seni pertunjukan ludruk sekarang ini merupakan salah satu jenis seni pertunjukan tradisional yang menjadi ākorbanā perubahan selera berkesenian dan selera publik terhadap jenis tontonan dan hiburan. Sekarang ini, sejujurnya, berbeda dari era 1950-an dan 1960-an ketika kesenian tradisional masih berjaya, ludruk kurang mendapatkan tempat di hati publik. Dalam sejarah kesenian, ludruk memiliki sejarah yang cukup panjang. Suripan Sadi Hutomo 19907 telah menyajikan sistematika sejarah ludruk berdasarkan manuskrip, kamus, artikel, dan laporan pejabat pemerintah kolonial Belanda. Menurutnya, sejarah ludruk berdasarkan data tertulis, berawal dari Lerok Bandan, yakni seni pertunjukan rakyat yang dipentaskan di halaman, didukung dengan alat musik yang amat sederhana, anatar lain, kendang dan jidor. Penyajian pertunjukan lerok bandan didukung oleh pelaku panggung yang menyajikan adegan mistis, kesaktian atau kekebalan. Pertunjukan ini seringkali digunakan sebgai pengobatan anak yang sedang sakit. Secara historis bentuk seni ludruk ini diperkirakan telah muncul ada abad ke-13 dan ke-14 bahkan sampai abad ke-16. Kemudian dikenal istilah Sandiwara Lerok yang telah dilengkapi dengan musik pengiring gamelan sederhana, tetapi di dalamnya sudah terdapat kidung/kidungan. Bentuk ini masih menyajikan unsur mistis, kekuatan gaib, tenaga dalam dan serangkaian sistem religi Jawa yang lain. Setelah itu muncul istilah Lerok Besut dan Lerok Ngamen yang mendapat sambutan besar dari masyarakatnya. Para pemainnya sering diundang ke tempat orang-orang yang punya hajat, misalnya acara penganten, khitanan, ngruwat/melepas kaul, dan lain-lainnya dengan sebutan nanggap lerok Supriyanto, 200111. Yang paling akhir muncul adalah bentuk lerok berlakon, yakni penyajian seni pertunjukan dengan dukungan cerita. Lerok berlakon ini memasuki masa popularitas yang tinggi sesudah zaman Jepang dan pasca kemerdekaan Republik Indonesia. D. Djajakusuma pada sarasehan ludruk di Surabaya pada tahun 1987 mengatakan bahwa pada awal abad ke-19, kata ludruk telah dikenal di lingkungan masyarakat Jawa Timur. Berdasarkan data tersebut, Suripan Sadi Hutomo menyimpulkan bahwa pada abad ke-17 kata ludruk dalam arti badhut atau bebadhutan telah menjadi kesenian rakyat. Permasalahannya ialah bagaimana menelusuri bentuk dan ciri kesenian rakyat tersebut yang tidak dapat direkonstruksi Supriyanto, 20018-10. Sebagai produk budaya lokal, ludruk merupakan seni pertunjukan yang khas bagi rakyat Jawa Timur. Sebagai produk budaya lokal yang khas, ludruk mempunyai karakteristik yang tidak ditemukan dalam seni tradisional yang lain. Sedyawati dalam Supriyanto, 199223-24 menyatakan bahwa ludruk sebagai drama tradisional, memiliki ciri khas, antara lain 1 pertunjukan ludruk dilakukan secara improvisatoris, tanpa persiapan naskah; 2 memiliki pakem/ konvensi a terdapat pemeran wanita yang diperankan oleh laki-laki; b memiliki lagu khas, berupa kidungan jula-juli; c iringan musik berupa gamelan berlaras slendro, pelog, laras slendro dan pelog; d pertunjukan dibuka dengan tari ngremo; e terdapat adegan bedayan; f terdapat sajian/adegan lawak/dagelan; g terdapat selingan travesti; h lakon diambil dari cerita rakyat, cerita sejarah, dan kehidupan sehari-hari; i terdapat kidungan, baik kidungan tari ngremo, kidungan bedayan, kidungan lawak, dan kidungan adegan. Senada dengan pendapat tersebut, Peacock 1968, mengemukakan ciri ludruk, antara lain 1 lakon yang dipentaskan merupakan ekspresi kehidupan rakyat sehari-hari; 2 diiringi musik gamelan dengan tembang khas jula-juli; 3 tata busana menggambarkan kehidupan rakyat sehari-hari; 4 bahasa disesuaikan dengan lakon yang dipentaskan, dapat berupa bahasa Jawa atau Madura; 5 kidungan terdiri atas pantun atau syair yang bertema kehidupan sehari-hari; 6 tampilan dikemas secara sederhana, dan sangat akrab dengan penonton. Kasemin 199919-20 menyatakan bahwa struktur pementasan ludruk dari zaman awal kemerdekaan sampai sekarang tidak mengalami perubahan yang signifikan. Artinya, struktur pementasan dari awal terciptanya seni ludruk hingga saat ini masih diikuti oleh generasi-generasi pelapisnya. Struktur pementasan ludruk tersebut adalah sebagai berikut 1. Pembukaan, diisi dengan atraksi tari ngrema. 2. Atraksi bedayan, berupa tampilan beberapa travesti dengan berjoged ringan sambil melantunkan kidungan jula-juli. 3. Adegan lawak dagelan, berupa tampilan seorang lawak yang menyajikan satu kidungan disusul oleh beberapa pelawak lain. Mereka kemudian berdialog dengan materi humor yang lucu. 4. Penyajian lakon atau cerita. Bagian ini merupakan inti dari pementasan. Biasanya dibagi beberapa babak dan setiap babak dibagi lagi menjadi beberapa adegan. Di sela-sela bagian ini biasanya diisi selingan yang berupa tampilan seorang travesty dengan menyajikan satu tembang jula-juli. Tidak berbeda dari seni reog Ponorogo, seni ludruk adalah kesenian tradisional nonagraris yang masih mampu bertahan. Di Provinsi Jawa Timur, daerah persebarannya cukup luas. Meski tak lagi menjadi pertunjukan yang laris manis seperti pada saat belum muncul televisi dan film layar lebar sebagai sarana hiburan, kehadirannya di tengah hiruk pikuk seni pop masih ditunggu banyak orang. Ludruk juga masih muncul di beberapa stasiun televisi dan radio dan menjaring pemirsa yang cukup meyakinkan, meski sebagian besar penikmatnya tetap masyarakat kelas menengah ke bawah. Penutup Secara budaya, hidup mati sebuah seni pertunjukan tidak pernah tergantung kepada pemerintah atau kepada institusi terkait yang mendapat amanah untuk menanganinya. Baik pemerintah maupun institusi terkait hanya berperan sebagai pemicu awal dan bukan kekuatan besar yang menjamin kelangsungan hidup sebuah produk kebudayaan. Yang bisa menjamin kelestarian sebuah produk kebudayaan dalam era kapitalisme global ini adalah para pewaris aktif dan pasar baca pewaris pasif. Apabila para pewaris aktifnya masih mempertahankan dan memeliharanya dengan baik, maka sebuah produk kesenian akan tetap hidup. Begitu juga, apabila pasar penikmat, pewaris pasif masih membutuhkan dan mengapresiasinya, maka ia akan bertahan sebagai komoditas yang memiliki arti ekonomis sehingga para pewaris aktifnya dapat memperoleh rezeki darinya. Tetapi apabila pasar tidak membutuhkannya, maka ia hanya akan bertahan sebagai klangenan bagi para pewaris aktifnya saja, yakni menjadi sesuatu yang dicintai dan diapresiasi secara pribadi, tetapi nilai ekonomisnya sangat rendah. Hal ini juga berlaku bagi seni reog dan seni ludruk. Ada tiga hal yang dapat mempertahankan kehidupan suatu bentuk seni pertunjukan. Pertama, memiliki pewaris aktif yang memiliki komitmen kuat untuk melestarikan seni pertunjukan yang digelutinya. Reog dan ludruk mempunyai pewaris aktif yang cukup setia, dan itulah yang membuat keduanya dapat bertahan. Kedua, memiliki pewaris pasif yang cukup setia untuk datang dan membeli pementasan karena pewaris pasif adalah pasar yang dapat mendukung keberadaan sebuah seni pertunjukan. Sejatinya, seni reog yang bercitra agraris dan seni ludruk yang bercitra nonagraris masih memiliki penikmat yang fanatik. Ketiga, ada campur tangan negara. Di Provinsi Jawa Timur, seni reog dan ludruk menjadi kebanggaan para pewarisnya karena keduanya menjadi penyangga identitas lokal pemiliknya. Indeks * Makalah disampaikan dalam Jelajah Budaya dengan tema Pengenalan Budaya Lokal Sebagai Wahana Peningkatan Pemahaman Keanekaragaman Budaya yang diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 22-25 Juni 2009. āā Peneliti Tradisi, Universitas Jember Jawa Timur Kepustakaan Ahmadi, Muhsin dkk. 1984. Penelitian Aspek Kesusastraan Dalam Seni Ludruk Jawa Timur. Surabaya Depdikbud Jatim. Hutomo, Suripan Hadi. 1989. āAnelusur Asal lan Tegese Tembung Ludrugā dalam Panyebar Semangat No. 18, 19 April. Surabaya. Kasemin, Kasiyanto. 1999. Ludruk Sebagai Teater Sosial Kajian Kritis Terhadap Kehidupan, Peran, dan Fungsi Ludruk Sebagai Media Komunikasi. Surabaya Airlangga University Press. Peacock. 1968. Rites of Modernization, Symbolic and Social Aspects of Indonesian Proletarian Drama. Chicago The University of Chicago Press. Sudikan, Setya Yuwana. 2002. Seni Pertunjukan Ludruk Angara Konvensi, Inovasi, dan Transformasi Memahami Seni Pertunjukan Tradisional Sebagai Sebuah Industri Kesenian. Makalah. Surabaya Fakultas Sastra Universitas Airlangga. Supriyanto, Henrikus. 1984. Lakon-lakon Ludruk di Malang. Belum diterbitkan. ______. 1992. Lakon Ludruk Jawa Timur. Jakarta Gramedia Widia Sarana Indonesia. ______. 1994. Sandiwara Ludruk di Jawa Timur Yang Tersingkir dan Tersungkur. Jakarta MSPI & Grasindo. ______. 2001. Ludruk Jawa Timur Pemaparan Sejarah, Tonel Direksi, Manajemen, Himpunan Lakon. Surabaya PT. Bina Ilmu. ______. 2003. Membedah Tantangan dan Peluang Revitalisasi dan Renovasi Sandiwara Ludruk Millenium XXI Makalah Sarasehan dan Kepelatihan Sandiwara Ludruk se Jawa Timur. Surabaya Depdikbud ā Jawa Timur. ______. 2006. Lakon Sarip Tambakyasa dalam Pertunjukan Ludruk Analisis Wacana Poskolonial. Disertasi PPS UNUD. Sutarto, Ayu. 2002. āSeni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi.ā Makalah. Surabaya Universitas Airlangga. ______. 2002. āLudruk di Tengah Prahara Perubahan Sosial dan Budayaā. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional di Surabaya pada tanggal 4 Juli 2002. ______. 2009. āTradisi Keagamaan dan Pertanian dalam Sejarah Kebudayaan Masyarakat Jawa Timurā. Makalah disampaikan dalam Sinkronisasi Penyusunan Sejarah Jawa Timur yang diselenggarakan di Pasuruan, 17-19 Juni 2009. Sumber Gambar Sumber Tulisan
reog dan ludruk merupakan seni pertunjukan daerah dari